Ironi Profit, berkah untuk yang satu dan musibah bagi satunya
Ironi Profit, berkah untuk yang satu dan musibah bagi satunya
26 October 2016
Hampir setiap tulisan saya tujuannya adalah tentang menciptakan profit. Lebih besar, lebih cepat, lebih mudah. Bukan kah itu yang kita semua inginkan? Tapi ada pemikiran yang mengganggu saya selama ini. Apakah profit yang kita peroleh tidak menyakiti lawan transaksi kita? Bisakah kita menang tanpa mengalahkan?
Tahun lalu kami memediasi penjualan property di Ubud. Pemiliknya Bapak tua yang perlu uang untuk “membebaskan“ anaknya dari kasus hukum. Penampilannya lusuh, mata sayu, selalu menunduk, dan suara terbata – bata. Disamping kanannya duduk pria kekar yang intimidative, yang ternyata adalah debt collector. Disamping kirinya ada pengacara yang menangani kasus hukum anaknya. Pengacara ini yang aktif berbicara dengan kami saat itu. Di depan mereka duduk saya dan calon pembeli.
Mereka sudah berusaha menjual tanah itu selama berbulan – bulan, tapi tidak berhasil karena situasi market memang sedang buruk. Negosiasi berlangsung sangat singkat dan tanpa perlawanan berarti. Pembeli dan Bapak tersebut tersebut akhirnya menyepakati nilai transaksi sebesar hanya 50% dari harga wajar.
Sambil membuat kontrak kesepakatan, saya melihat Bapak tua itu menangis tanpa suara. Tangannya sesekali menyeka air mata nya. Tanpa melihat, saya tau pasti si pembeli tersenyum, juga tanpa suara, membayangkan profit yang akan diperoleh. Buat saya ini ironis. Wajah dan ekspresi si Bapak penjual terus terbayang, bergantian dengan senyum lebar si pembeli.
Pernah kah kita berpikir bahwa keuntungan yang kita peroleh bisa jadi merupakan kerugian bagi lawan transaksi kita? Atau semakin murah harga yang kita inginkan mungkin semakin merugikan bagi orang lain?
Tapi kan manusiawi, kalo pas beli maunya murah banget dan kalo jual maunya semahal – mahalnya? Dan seller nya juga mau kenapa agent nya yang baper?
Saya pikir saya tau jawabannya. Penjual yang kepepet biasanya akan jual murah. Kalo kita sudah merasa murah dan suka properti nya, beli aja dan jangan ditawar lagi. Jangan serakah. Sekali sekali tempatkan diri kita andaikata berada diposisi mereka. Seperti yang Gandhi ajarkan, menang tanpa mengalahkan.
Yang bikin saya galau adalah karena di kenyataannya engga begitu. Udah dikasi tau ini property bagus, udah murah karena yang jual kepepet, eh malah di tawar lebih rendah lagi untuk mengejar profit yang lebih besar. Terlalu :(
Hampir setiap tulisan saya tujuannya adalah tentang menciptakan profit. Lebih besar, lebih cepat, lebih mudah. Bukan kah itu yang kita semua inginkan? Tapi ada pemikiran yang mengganggu saya selama ini. Apakah profit yang kita peroleh tidak menyakiti lawan transaksi kita? Bisakah kita menang tanpa mengalahkan?
Tahun lalu kami memediasi penjualan property di Ubud. Pemiliknya Bapak tua yang perlu uang untuk “membebaskan“ anaknya dari kasus hukum. Penampilannya lusuh, mata sayu, selalu menunduk, dan suara terbata – bata. Disamping kanannya duduk pria kekar yang intimidative, yang ternyata adalah debt collector. Disamping kirinya ada pengacara yang menangani kasus hukum anaknya. Pengacara ini yang aktif berbicara dengan kami saat itu. Di depan mereka duduk saya dan calon pembeli.
Mereka sudah berusaha menjual tanah itu selama berbulan – bulan, tapi tidak berhasil karena situasi market memang sedang buruk. Negosiasi berlangsung sangat singkat dan tanpa perlawanan berarti. Pembeli dan Bapak tersebut tersebut akhirnya menyepakati nilai transaksi sebesar hanya 50% dari harga wajar.
Sambil membuat kontrak kesepakatan, saya melihat Bapak tua itu menangis tanpa suara. Tangannya sesekali menyeka air mata nya. Tanpa melihat, saya tau pasti si pembeli tersenyum, juga tanpa suara, membayangkan profit yang akan diperoleh. Buat saya ini ironis. Wajah dan ekspresi si Bapak penjual terus terbayang, bergantian dengan senyum lebar si pembeli.
Pernah kah kita berpikir bahwa keuntungan yang kita peroleh bisa jadi merupakan kerugian bagi lawan transaksi kita? Atau semakin murah harga yang kita inginkan mungkin semakin merugikan bagi orang lain?
Tapi kan manusiawi, kalo pas beli maunya murah banget dan kalo jual maunya semahal – mahalnya? Dan seller nya juga mau kenapa agent nya yang baper?
Saya pikir saya tau jawabannya. Penjual yang kepepet biasanya akan jual murah. Kalo kita sudah merasa murah dan suka properti nya, beli aja dan jangan ditawar lagi. Jangan serakah. Sekali sekali tempatkan diri kita andaikata berada diposisi mereka. Seperti yang Gandhi ajarkan, menang tanpa mengalahkan.
Yang bikin saya galau adalah karena di kenyataannya engga begitu. Udah dikasi tau ini property bagus, udah murah karena yang jual kepepet, eh malah di tawar lebih rendah lagi untuk mengejar profit yang lebih besar. Terlalu :(